(Masih) Berjumpakah Atau Usai Sudah

Berawal dari sekolah. Hal yang tak pernah kubayangkan di masa nanti (saat ini) berawal dari sekolah. Kisahnya berawal dari sekolah. Semuanya berawal dari sekolah.

Pertemuan, cerita singkat, perjuangan, ketidakpedulian, kekeras kepalaan, kesabaran, kejutekkan, kepedulian, sebenarnya melengkapi namun kenyataan berkata lain. Entah ini sebagai permulaan atau memang sudah usai hanya sampai di situ.

Seiring waktu semuanya kembali normal hanya saja masih canggung, entah apa karena rasa yang terlambat atau karena rasa bersalah. Sangat menyebalkan.

Perlahan namun pasti semuanya kembali berjalan yang ternyata sangat baik bahkan terlintas sekilas dalam pikiranpun tidak pernah. Semuanya sangat baik, suasana kembali mencair dan tanpa sadar terasa sangat menyenangkan.

Namun kemudian semuanya perlahan mulai menghilang. Kehangatan yang tadinya mencair kini dingin, suasana tak sehangat dulu, suasana mulai sangat dingin lalu membeku. Rasa yang tadinya sangat menyenangkan berubah menjadi membingungkan. Apa yang sudah terjadi? Apa yang salah? Tak satupun tau. Tak satupun berkata. Tak satupun mencari tau. Tak satupun peduli. Semuanya diam. Seolah membiarkan begitu saja. Membiarkan semesta bertindak, membiarkan semesta melakukan tugasnya. Kini, hanya sebuah kepasrahan. Tidak, bukan kepasrahan tapi lebih memilih tidak mengikutsertakan diri pada semesta. Ahh bagaimanapun mengelak katanya tetap merujuk pada pasrah. Baiklah, mungkin pasrah. Tidak, memang pasrah. Ya, pasrah.

Namun sesuatu kembali membingungkan. Entah bagaimana bisa setiap yang dilakukannya selalu berdampak. Entah bagaimana bisa semuanya berada pada titik yang sama. Ada jutaan bahkan milyaran manusia, mengapa hanya padanya? bagaimana bisa memiliki ketertarikan yang sama? Seperti menebar sesuatu yang juga ingin ditebar. Setiap yang dilakukannya selalu berimbas, apa yang dilakukannya juga ingin dilakukan. Bagaimana bisa seperti ini? Mungkinkah sebagai pengalaman hidup? Seperti bunyi kalimat bijak bahwa "beberapa yang hadir dalam hidupmu tidak tinggal namun hanya sebagai pengalaman hidup". Apakah benar seperti itu? Tak mampu berandai tapi lebih baik berpikir begitu, pengalaman hidup.

Ketika berjalan melalui jalur sendiri, memilih jalur sendiri ada rasa yang berkecamuk. Apa (masih) bisa berjumpakah atau usai sudah? Apa masih belum bertemu atau masih belum berpapasan? Apakah jalan yang dilalui ini  memiliki persimpangan yang membuat bertemu lalu berjalan beriringin ataukah nanti hanya sekedar berpapasan atau mungkin tak ada persimpangan di depan yang mempertemukan jalur ini? Entahlah, semuanya urusan semesta.

Apa yang akan ditulis jika nanti jalurnya memang tidak memiliki pertemuan? Entahlah, semuanya rahasia dan nanti kejutannya. Tak satupun yang tau. Nanti ya nanti, tak usah dirisaukan. Bukankah yang memang miliknya takkan pernah menjadi milik orang lain? Sejauh apapun jaraknya pasti akan dipertemukan dengan cara yang tak disangka-sangka jika memang ditakdirkan.

Jiwa, semoga kau lekas berdamai..berdamai akan ketentuanNya, jangan menyiksa diri dengan rasa yang belum tentu milikmu karena itu akan sangat menyakitkan (pasti).

Semesta, semoga kaupun tak ikut.

Dan akupun sudah tak terlalu memedulikan, jika ya ya jika tidakpun sudah. Selesai. Simple.

Belitong, 3 september 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

teramat rindu

Aku Baik-Baik Saja